BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar belakang
Saudaraku Muslim ! Alangkah banyaknya duka dan
derita yang mengisi kehidupan ini. Ia memang tidak belas kasihan kepada
siapapun. Dan tidak ada seorang pun yang bisa meneguk air yang benar-benar
jernih dari gelas kehidupan ini. Dalam kehidupan ini, manusia beralih dari
keadaan-keadaan bahagia kepada keadaan-keadaan menderita. Tidak ada bedanya,
yang masih kecil maupun yang sudah dewasa. Penjara-penjara kehidupan dan
beban-beban beratnya berbeda-beda tingkatan. Ada yang kecil dan berlangsung
beberapa saat saja, ada pula yang besar, dan berlangsung dalam masa yang
panjang.
Saudaraku Muslim ! Ini adalah gambaran dari
sebagian derita kehidupan itu, yang dialami oleh sebagian orang diantara kita,
yang kepahitannya mereka rasakan dalam masa yang panjang ! Kepahitan yang
dirasakan oleh orang-orang papa dan lemah itu, yang lebih dulu merasakan
pahitnya kehidupan sebelum manisnya. Tahukah anda, siapa orang-orang papa itu ?
Mereka adalah anak-anak yatim! Mereka adalah anak-anak, yang kehilangan sosok
yang mencarikan nafkah bagi mereka sebelum mengerti apa itu nafkah, apa itu
pekerjaan. Bahkan mereka adalah anak-anak yang kehilangan sosok yang membimbing
mereka, sebelum mengenal apa-apa. Merekalah anak yatim ! Anak yang dikejutkan
oleh kematian ayahnya, sebelum merasakan manisnya kasih sayang ayah, sebelum
mereka merasakan perlindungan tangan yang perkasa itu ! Saudaraku ! Anda sudah
tahu, siapakah anak yatim itu ?! Wahai anda yang memiliki hati yang penyayang !
Tahukah Anda, apa kewajiban kita terhadapnya ?
B.
Rumusan masalah
-
kita sebagai umat manusia harus menycintai anak
yatim
-
anak yatim harus kita santuni
C.
Tujuan penulisan
tujuannya adalah untuk mengetahui anak yatim dan
bagaimana cara menyantuni anak yatim
BAB II
PEMBAHASAN
Anak yatim adalah anak yang belum dewasa dan
tidak mempunyai bapak lagi karena telah meninggal dunia (man mata abuhu wa
huwa shaghir). Batasan umur yatim adalah sampai baligh, sesuai dengan
sabda Rasulullah SAW: “ Tidak ada keyatiman lagi setelah mimpi (H.R.
Abu Daud). Kedewasaan seorang anak, di samping diukur dengan kemampuannya
secara fisik untuk kawin (biasanya ditandai dengan bermimpi dengan mengeluarkan
air mani bagi anak laki-laki dan datangnya haid yang pertama kali bagi wanita)
juga diukur dengan faktor kecerdasan, seperti dinyatakan oleh Allah SWT dalam
Q.S. An-Nisa 4: 6
![](file:///C:\DOCUME~1\Rental2\LOCALS~1\Temp\msohtmlclip1\01\clip_image002.jpg)
yang
artinya kurang lebih demikian:
“ Dan ujilah anak yatim itu sampai mereka cukup umur
untuk kawin. Kemudian jika menurut pendapat mereka telah cerdas maka
serahkanlah kepada mereka harta-hartanya”
Dari ayat tersebut dapat dikatakan bahwa faktor kecerdasan
sangat penting dipertimbangkan supaya anak yatim sebelum dilepas untuk hidup
secara mandiri terlebih dahulu hendaklah diyakini bahwa perkembangan fisiknya
telah seimbang dan sebanding dengan perkembangan kecerdasannya.
A. Kedudukan
Anak Yatim dalam Islam
Anak yatim mempunyai tempat istimewa dalam Islam. Tidak
kurang dua puluh tiga kali Al-Qur’an menyebutnya dalam berbagai konteks ( 8
kali dalam bentuk mufrad, 1 kali mustsanna dan 14 kali daam
bentuk jama’). Ayat-ayat tersebut memerintahkan kepada kaum Muslimin
secara kolektif, dan kepada karib kerabat secara khusus, untuk menyantuni,
membela dan melindungi anak yatim, serta melarang dan mencela orang-orang yang
menyia-nyiakan, bersikap kasar atau menzalimi mereka. Bahkan Allah SWT
menyatakan orang-orang yang menyia-nyiakan anak yatim adalah pendusta agama,
hal ini diungkapkan dalam Al-Qur’an yang artinya :“Tahukah kamu orang yang
mendustakan agama”, Itulah orang yang menghardik anak yatim” (Q.S.
Al-Ma’un 107:1-2).
Secara
umum dapat dikatakan bahwa anak yatim dalam Islam berada pada posisi istimewa
dan terhormat. Hal itu, disebabkan karena pada diri anak yatim terdapat
beberapa kelemahan dan kekurangan yang memerlukan pihak lain untuk membantu dan
memeliharanya. Di samping itu, melalui keadaan yatim yang demikian, ajaran
Islam menentukan kewajiban yang harus dilaksanakan oleh umatnya terhadap anak
yatim yang menjadi tolak ukur dari manifestasi imannya kepada Allah SWT.
Anak
yatim harus disantuni, dikasihi, dihormati, dan diakui eksistensinya secara
khusus. Tidak boleh diperlakukan sewenang-wenang, baik terhadap diri maupun
hartanya. Tidak boleh disia-siakan karena pada diri anak yatim terdapat nilai
tambah yang menyebabkan hubungan sosial antara dia dengan manusia lainnya
terikat tidak disebabkan oleh hubungan keturunan tetapi disambung dan dijalin
dengan aspek aqidah yang telah digariskan oleh Al-Qur’an.
B. Menyantuni
Anak Yatim Yang Miskin
Yang pertama jadi perhatian Al-Qur’an adalah anak-anak yatim
yang miskin. Mereka sangat memerlukan uluran tangan kaum Muslimin umumnya, dan
karib kerabat khususnya untuk membiayai kehidupan mereka, terutama untuk
memenuhi kebutuhan pokok sehari-hari. Untuk itu Allah SWT memerintahkan kepada
kita untuk berbuat ihsan kepada mereka. Allah berfirman yang artinya: ”Sembahlah
Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatupun. Dan berbuat
baiklah kepada dua orang ibu bapak, karib kerabat, anak-anak
yatim. Orang-orang miskin, tetangga yang dekat dan tetangga
yang jauh, teman sejawat, ibnu sabil dan hamba sahayamu. Sesungguhnya Allah
tidak menyukai orang-orang yang sombong dan membangga banggakan diri (Q.S.
An-Nisa’ 4:16).
Anak-anak yatim yang miskin inilah yang paling rentang
mendapatkan perlakuan yang tidak ramah dan sewenang-wenang dari masyarakat.
Oleh Allah menyatakan. “Adapun terhadap anak yatim maka janganlah kamu
berlaku sewenang-wenang” (Q.S.Adh-Dhuha 93:9).
C. Bentuk-bentuk
Penyantunan Anak Yatim
Paling kurang ada tiga bentuk penyantunan terhadap anak
yatim:
1. memberikannya
tetap di bawah asuhan ibunya dengan memberikan bantuan biaya hidup dan
pendidikan secukupnya. Dengan tetap berada dekat ibunya, anak yatim tetap
mendapatkan kasih sayang orang tua yang sangat dia perlukan sesuai dengan
perkembangan jiwanya. Cara ini hanya dapat dilakukan apabila sang ibu dinilai
sanggup mendidik dan lingkungan rumah tangganya kondusif untuk itu. Kalau tidak,
dapat dipilih alternative.
2. anak
yatim diasuh dan didik di rumah keluarga yang menyantuninya. Inipun dengan
catatan bila keluarga pengasuhnya mampu dan lingkungan rumah tangga kondusif
untuk menambah anggota baru. Bila tidak, bisa dipilih alternative.
3. anak
yatim diasuh dipanti asuhan yang dikelola oleh sebuah lembaga atau yayasan.
Supaya penyantunan anak yatim lewat panti asuhan dapat
berhasil maka para pengelola hendaknya dapat memperhatikan dengan baik
aspek-aspek manajemen, pelayanan kesehatan, pendidikan dan kepemimpinan.
Sehingga apabila suatu panti asuhan dikelola dengan baik dan terpadu tentu akan
dapat meghasilkan anak-anak yatim yang berkualitas dan diridhai oleh Allah SWT.
Khusus
untuk menghadapi Ramadhan dan ‘Idul Fithri, kepada kaum Muslimin diserukan
untuk tidak lupa menyumbangkan sebagian hartanya untuk anak-anak yatim sehingga
mereka juga dapat bergembira merayakan Hari Raya sebagaimana anak-anak yang
masih mempunyai kedua orang tua.
GAMBAR-GAMBAR ANAK
YATIM
![]() |
|||
![]() |
|||
![]() |
![]() |
BAB III
PENUTUP
Demikian yang dapat kami paparkan
mengenai materi yang menjadi pokok bahasan dalam makalah ini, tentunya masih
banyak kekurangan dan kelemahannya, kerena terbatasnya pengetahuan dan
kurangnya rujukan atau referensi yang ada hubungannya dengan judul makalah ini.
Penulis
banyak berharap para pembaca yang budiman sudi memberikan kritik dan saran yang membangun
kepada penulis demi sempurnanya makalah ini dan dan penulisan makalah di
kesempatan – kesempatan berikutnya.
Semoga
makalah ini berguna bagi penulis pada khususnya juga para pembaca yang budiman
pada umumnya.
KATA PENGANTAR
Segala
puji dan syukur saya panjatkan kepada tuhan yang maha esa, karena atas berkat
dan limpahan rahmatnyalah maka saya boleh menyelesaikan sebuah karya tulis
dengan tepat waktu.
Berikut
ini penulis mempersembahkan sebuah makalah dengan judul "Anak Yatim", yang menurut saya
dapat memberikan manfaat yang besar bagi kita untuk mempelajarinya
Melalui
kata pengantar ini penulis lebih dahulu meminta maaf dan memohon permakluman
bila mana isi makalah ini ada kekurangan dan ada tulisan yang saya buat kurang
tepat atau menyinggung perasaan pembaca.
Dengan
ini saya mempersembahkan makalah ini dengan penuh rasa terima kasih dan semoga
allah SWT memberkahi makalah ini sehingga dapat memberikan manfaat.
Menes, 08
Desember 2012
Penyusun
|
DAFTAR
ISI
KATA PENGANTAR................................................................................... i
DAFTAR ISI ................................................................................................. ii
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................. 1
A. Latar
belakang ..................................................................................... 1
B. Rumusan
masalah ................................................................................ 1
C. Tujuan
penulisan .................................................................................. 1
BAB II PEMBAHASAN .............................................................................. 2
A.
Kedudukan Anak Yatim dalam
Islam................................................. 3
B.
Menyantuni Anak Yatim Yang Miskin................................................ 3
C.
Bentuk-bentuk Penyantunan Anak Yatim........................................... 4
Gambar Anak Yatim............................................................................ 5
BAB III PENUTUP....................................................................................... 6
DAFTAR PUSTAKA
|
![](file:///C:\DOCUME~1\Rental2\LOCALS~1\Temp\msohtmlclip1\01\clip_image011.gif)
![](file:///C:\DOCUME~1\Rental2\LOCALS~1\Temp\msohtmlclip1\01\clip_image012.gif)
ANAK YATIM
Diajukan untuk memenuhi
salah satu tugas mata pelajaran
![](file:///C:\DOCUME~1\Rental2\LOCALS~1\Temp\msohtmlclip1\01\clip_image014.jpg)
Disusun Oleh :
Kelompok 3
& IIS
HALIMATUSSA’DIAH
& ELIS
SUSANTI
& ANISA
CAHYANI
& CUCU
SILFIA
& HERAWATI
& NINING
FAUJIAH
Kelas VIII-D
MADRASAH TSANAWIYAH MALNU PUSAT MENES
TAHUN AJARAN
2012/2013
|
DAFTAR PUSTAKA
Mutadin, Z. 2002. Kemandirian
Sebagai Psikologi Pada Remaja.http//www.e-
psikologi.com (17 Januari 2010).
Narwoko. Dwi J. Suyanto. Bagong. 2004. Sosiologi Teks Pengantar dan
Terapan.
Jakarta: Prenada Media.
Ritzer, George. 2004. Sosiologi
ilmu pengetahuan berparadigma ganda.
Terjemahan Alimandan. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.
Santrock, JW. 2003. Adolesence Perkembangan Remaja. Jakarta: Erlangga.
Soekanto, Soerjono. 2004. Sosiologi keluarga: Tentang Ikhwal Keluarga,
Remaja
dan Anak. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Shochib, Moh. 2000. Pola Asuh
Orang Tua Dalam Membantu Anak
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar